Kamis, 17 Oktober 2013

inkontinensia fecal


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
 Manusia merupakan salah satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai makhluk hidup karena manusia memiliki ciri-ciri dan kemampuan untuk dapat bernafas, berkembangbiak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makan, dan megeluarkan sisa metabolisme tubuh (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh tersebut dikarenakan peranan masing-masing organ.
Membuang alvi (feses) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan menimbulkan berbagai macam gangguan  atau masalah defekasi seperti konstipasi, impaksi, diare, inkontinensia feses, flatulen, hemoroid. Selain berbagai macam yang telah disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada system organ lainnya seperti: system pencernaan, ekskresi, dll. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses defekasi manusia antara lain usia, diet, asupan cairan, aktivitas, pengobatan gaya hidup, penyakit, nyeri, kerusakan sensoris dan motoris.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari inkontinensia Fecal?
2.      Apakah penyebab (etiologi) terjadinya inkontinensia Fecal?
3.      Bagaimanakah  gejala (patofisiologi) pada inkontinensia Fecal?
4.      Bagaimana penanganan atau perawatan inkontinensia fecal?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui  definisi daripada inkontinensia fecal
2.      Mengetahui penyebab (etiologi) pada inkontinensia fecal
3.      Mengetahui apa saja gejala (patofisiologi) dari inkontinensia fecal
4.      Mengetahui tindakan penanganan atau perawatan pada inkontinensia fecal.







BAB II
PEMBAHASAN
        I.            Pengertian Inkontinensia Fecal
Inkontinensia fecal lebih jarang ditemukan dibandingkan inkontinensia urin. Defekasi, seperti halnya berkemih, adalah proses fisiologik yang melibatkan koordinasi sistem saraf, respon refleks, kontraksi otot polos, kesadaran cukup serta kemampuan mencapai tempat buang air besar. Perubahan-perubahan akibat proses menua dapat menyebabkan terjadinya inkontinensia, tetapi inkontinensia fecal bukan merupakan sesuatu yang normal pada lanjut usia.
Inkontinensia fecal (inkontinensia feses) merupakan ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar, Hal ini menyebabkan tinja (feses) bocor dari rektum pada waktu yang tak terduga. Inkonteinensia tinja juga sering disebut dengan inkontinensia usus. Inkontinensia fecal berkisar dari terjadi sesekali saat duduk hingga sampai benar-benar kehilangan kendali.

     II.            Penyebab (etiologi) Inkontinensia Fecal
Penyebab umum inkontinensia alvi termasuk sembelit, diare, atau kerusakan saraf. Inkontinensia tinja bisa terjadi karena sfingter anus yang lemah dikaitkan dengan penuaan atau cedera pada saraf dan otot-otot rektum dan anus.
a)      Kerusakan otot sfingter anus

Inkontinensia fecal  paling sering terjadi karena cedera pada salah satu atau kedua sfingter anus internal maupun eksternal yang terletak di dasar saluran anus. Cedera sfingter anus pada wanita paling sering terjadi saat pelahiran. Resiko tertinggi cedera pada anus tersebut terjadi pada pelahiran yang menggunakan alat atau jika dilakukan episiotomi garis medial. Pembedahan untuk hemoroid juga merusak sfingter tersebut.

b)      Kerusakan saraf otot sfingter anus atau rectum

Jika terjadi kerusakan saraf sensorik, pasien tidak akan merasakan adanya feses di dalam rektum dan terjadi kebocoran feses. Kerusakan saraf dapat disebabkan oleh pelahiran, akibat tekanan jangka panjang saat feses lewat, stroke dan kondisi kronik yang menyerang saraf, seperti diabetes melitus dan sklerosis multipel.

c)       Kehilangan kemampuan penyimpanan di dalam rectum

Hal ini biasanya terjadi disebabkan oleh pembedahan rektum, pengobatan menggunakan radiasi dan penyakit yang menyebabkan inflamasi usus yang dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut pada dinding rektum, yang membuat rektum kaku serta tidak elastis.

d)       Diare

Saat mengalami diare,setiap orang akan mengalami inkontinensia fecal sementara. Hal ini disebabkan karena ketidak mampuan seseorang untuk mengatasi feses atau tinja yng lebih cair.

e)      Disfungsi dasar panggul

Hal ini meliputi penurunan sensasi rektum dan anus, prolaps rektum dan kelemahan umum dasar panggul. Jika hal tesebut terjadi karena faktor pelahiran, maka inkontinensia fecal dapat terjadi diatas 50 tahun.

f)       Konstipasi

Konstipasi diyakini sebagai penyebab utama inkontinensia fekal.

Penyebab inkontinensia fecal dapat dibagi dalam 4 kelompok ( Brocklehurst dkk,1987, kane dkk,1989 ) adalah;
a.       Inkontinensia Feses Akibat Konstipasi
®     Obstipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan/impaksi dari masa feses yang keras (skibala). Masa feses yang tidak dapat keluar ini akan menyumbat lumen bawah dari anus dan menyebabkan perubahan dari besarnya sudut ano rektal. Kemampuan sensor menumpul dan tidak dapat membedakan antara flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses yang cair akan merebes keluar.
®      Skibala yang terjadi dapat juga menyebabkan iritasi pada mukosa rektum dan terjadi produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya melalui sela-sela dari feses yang impaksi akan keluar dan terjadi inkontinensia feses.
b.      Inkontinensia Feses Simtomatik
®     inkontinensia feses simtomatik dapat merupakan penampilan klinis dari macam-macam kelainan patologis yang dapat menyebabkan diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan adanya perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit pada fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang cair.
®     Penyebab yang paling umum dari diare pada usia lanjut adalah obat-obatan antara lain yang mengandung unsur besi atau memang akibat obat pencahar
®     Inkontinensia Feses Akibat Gangguan Kontrol Persyarafan Dari Proses Defekasi (Inkontinensia Neurogenik). Inkontinensia neurogenik terjadi akibat gangguan fungsi menghambat dari korteks serebri saat terjadi regangan/distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui refleks gastro-kolon . Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung,akan menyebabkan pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rektum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi sfingter interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum pada orang dewasa normal, karena adanya inhibisi atau hambatan dari pusat di korteks serebri.

d.      Inkontinensia Fecal Akibat Hilangnya Refleks Anal
®     inkontinensia fecal terjadi akibat hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-otot seran lintang.
®     Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya (seperti dikutip oleh Brocklehurst dkk,1987), menunjukkan berkurangnya unit-unit yang berfungsi motorik pada otot-otot daerah sfingter dan purbo rektal. Keadaan ini menyebabkan hilangnya refleksi anal, berkurangnya sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia feses pada peningkatan tekanan intraabdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia sebaliknya ini diserahkan pada ahli proktologi untuk pengobatannya.

  III.            Gejala atau tanda-tanda Inkontinensia fecal
Gejala dapat berupa merembesnya feses cair yang disertai dengan buang gas dari dubur yang dalam hal ini penderita sama sekali tidak dapat mengendalikan keluarnya feses. Umumnya ,orang dewasa tidak mengalami inkontinensia fecal ini kecuali pada saat seseorang mengalami diare yang cukup parah. Tapi hal itu tidak berlaku bagi orang yang memang mengalami inkontinensia fecal, dimana kejadian defekasi pada celana itu terjadi secara berulang-ulang dan kronis.
Gejala inkontinensia fecal antara lain :
a         Ketidakmampuan mengendalikan feses atau gas yang kemungkinan berupa cairan atau dalam bentuk padat dari perut.
b        Kemungkin tidak sempat ke toilet untuk melakukan defekasi.
c         Berkuragnya pengontrolan oleh usus
d        pengeluaran feses yang tidak dikehendaki

   IV.            Pengobatan dan penanganan terhadap inkontinensia Fecal

Ø  Pengobatan
à         Kebiasaan defekasi yang baik
Langkah pertama untuk memperbaiki keadaan ini adalah berusaha untuk memiliki kebiasaan defekasi (buang air besar) yang teratur, yang akan menghasilkan bentuk tinja yang normal.
à         Menjaga dan mengatur pola makan
Melakukan perubahan pola makan, berupa penambahan jumlah serat. Jika hal-hal tersebut diatas tidak membantu, diberikan obat yang memperlambat kontraksi usus, misalnya loperamid.
à         Melatih otot Sfingter
Dengan Melatih otot-otot anus (sfingter) akan meningkatkan ketegangan dan kekuatannya dan membantu mencegah kekambuhan.
à         Biofeedback
Dengan biofeedback, penderita kembali melatih sfingternya dan meningkatkan kepekaan rektum terhadap keberadaan tinja.
à         Pembedahan
Jika keadaan ini menetap, pembedahan dapat membantu proses penyembuhan. Misalnya jika penyebabnya adalah cedera pada anus atau kelainan anatomi di anus.
à         Kolostomi
Pilihan terakhir adalah kolostomi, yaitu pembuatan lubang di dinding perut yang dihubungkan dengan usus besar. Anus ditutup (dijahit) dan kemudian penderita membuang tinjanya ke dalam kantong plastik yang ditempelkan pada lubang yang telah dibuat tersebut.

§  Tindakan Medis dalam menangani atau merawat Inkontinensia Fecal
            Tindakan medis yang dapat dilakukan adalah denagan melakukan bowel training pada pasien penderita inkontinensia fecal.Bowel training (pelatihan defekasi) adalah program pelatihan yang dilakukan pada klien yang mengalami inkontinensia usus atau tidak mampu mempertahankan control defekasi. Dalam bahasa sederhana bowel training bisa diartiakan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk membantu  klien dalam melatih defekasi. Program ini dilakukan pada klien yang mengalami masalah eliminasi feses yang tidak teratur.

§  Tujuan bowel training
Ada beberapa tujuan dilakukannya bowel training pada klien yang memiliki masalah eliminasi feses yang tidak teratur, antara lain sebagai berikut:
1)      Program bowel taraining dapat membantu klien mendapatkan defekasi yang normal. Terutama klien yang masih memiliki control newromuskular (Doughty, 1992).
2)      Melatih defekasi secara rutin pada klien yang mengalami gangguan pola eliminasi feses atu defekasi.
§  Indikasi
            Bowel training dilakukan pada klien dengan:
1)      Inkontinensia usus (tidak mampu mengontrol pengeluran feses secara normal), membantu klien mendapatkan defekasi yang normal dan rutin.
§  Kontra Indikasi
1)      Klien dengan diare

§  Persiapan
Persiapan pelaksanaan (termasuk alat dan bahan)
1)      Merencanakan waktu
2)      Menyiapkan obat-obat yang diperlukan
3)      Menyiapkan menu makanan yang dianjurkan
Persiapan Klien
1)      Menanyakan identitas klien dan mengkaji masalah klien
2)      Menjaga privasi klien
 Langkah kerja
Program bowel training yang sukses, dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
~        Mengkaji pola eliminsai normal dan mencatat waktu saat klien menderita inkontinensia usus.
~        Memilih waktu sesuai pola klien untuk memulai tindakan pengontrolan defekasi. Sebuah program pelatihan usus perlu terjadi pada waktu yang sama setiap hari. Tujuannya adalah untuk menetapkan waktu yang rutin dan dapat diprediksi untuk penghapusan. Waktu harus nyaman dan tidak terburu-buru. Perencanaan program ini setelah makan memungkinkan seseorang untuk mengambil keuntungan dari gerakan gelombang seperti itu mendorong bahan kotoran melalui usus ke rektum, yang terjadi 20-30 menit setelah makan
~        Memberikan pelunak feses secara oral setiap hari atau suatu supositoria katartik (seperti dulkolax) sekurang-kurangnya setengah jam sebelum waktu defekasi yang dipilih (kolon bagian bawah harus bebas dari feses sehingga supositoria menyentuh mukosa usus).
~        Menawarkan minuman panas (teh panas) atau jus buah (jus prune) (atu cairan apapun yang secara normal menstimulasi peristaltic klien) sebelum waktu defekasi. Sebuah stimulus dari beberapa jenis mungkin diperlukan untuk membantu mengosongkan rektum. stimulus akan bervariasi dari individu ke individu. Stimulus menciptakan peristaltik atau gerakan gelombang-live dari usus besar. Minuman makan atau panas dapat merangsang klien melakukan defekasi.
~        Membantu klien ke toilet pada waktu yang telah ditetapkan.
~        Menjaga privasi dan menetapkan batas waktu untuk defekasi (15-20 menit).
~        Menginstrusikan klien untuk menegakkan badan pada pinggul saat diatas toilet untuk tekanan manual dengan menggunakan kedua tangan pada abdomen dan untuk mengedan tetapi jangan mengedan untuk menstimulasi pengosongan kolon.
~        Tidak mengkritik atau membuat klien prustasi jika ia gagal melakukan defekasi.
~        Menyediakan makanan yang mengandung cairan dan serat yang adekuat secara teratur. Misalnya biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan segar, dan sayuran. Serat menambahkan massal untuk bangku, menghilangkan kelebihan cairan, dan mempromosikan gerakan lebih sering dan teratur. Dengan meningkatnya serat maka penting untuk minum cukup cairan. Jika asupan cairan tidak memadai, tinja menjadi keras karena kurang air dan masih dipertahankan dalam usus besar. Jumlah serat dan cairan diperlukan untuk fungsi usus yang optimal bervariasi antara masing-masing individu.
~        Mempertahankan latihan normal sesuai kemampuan fisik klien.
~        Berikan umpan balik positif kepada klien yang telah berhasil defekasi. Hindari negatif feedback jika klien gagal. Banyak klien memerlukan waktu lebih dari minggu sampai sekitar bulan untuk mencapai keberhasilan


BAB III
PENUTUP

      V.            Kesimpulan
Incontinensia fecal (Inkontinensia feses) merupakan ketidakmampuan seseorang untuk mengontrol buang air besar, hal ini dapat menyebabkan tinja (feses) bocor tak terduga dari dubur. Penyebab umum inkontinensia fecal termasuk sembelit, diare, atau kerusakan saraf. Inkontinensia fecal bisa terjadi karena sfingter anus yang lemah dikaitkan dengan penuaan atau cedera pada saraf dan otot-otot rektum dan anus. Gejala bisa berupa merembesnya feses cair yang disertai dengan buang gas dari dubur atau penderita sama sekali tidak dapat mengendalikan keluarnya feses.
Untuk mengatasi inkontinensia fecal dapat dilakukan dengan Bowel training (pelatihan defekasi) dimana kegiatan ini merupakan program pelatihan yang dilakukan pada klien yang mengalami inkontinensia fecal atau ketidak mampu mempertahankan control defekasi. Dalam bahasa sederhana bowel training bisa diartiakan sebagai kegiatan untuk membantu klien dalam melatih defekasi. Program ini dilakukan pada klien yang mengalami masalah eliminasi feses yang tidak teratur.

   VI.            Saran
Agar supaya terhindar dari masalah defekasi seperti inkontinensia fekal, sebaiknya mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat seperti buah-buahan dan sayuran. Selain itu tingkatkan pula pola hidup sehat dan olahraga yang teratur serta hindari penggunaan obat – obat pencahar.










DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Lynda Juall. 2004. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.9. Jakarta: Kedokteran EGC.( http://nailanailanaila.blogspot.com/2011/04/inkontinensia-fekal.html)
Mansjoer Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius FK UI.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan Suddarth Edisi ke-8. Jakarta. EGC.
http://budhidharma.depsos.go.id Di unduh pada tanggal 24 Januari 2012 pada jam 12.20 Wib.( http://manisifah38.blogspot.com/2013/02/inkontinensia-urin-dan-alvi.html)